Review Sherlock

[REVIEW] SHERLOCK Season 4 Episode 2: “The Lying Detective”

SPOILER ALERT! Harap menonton “The Lying Detective” sebelum lanjut membaca ulasan di bawah ini

Ibarat pergi ke taman hiburan, pastinya banyak wahana yang membuat jantung berdebar, mengagetkan, dan menakutkan—tapi kita tetap merasa enjoy karena sangat menyenangkan meskipun berkali-kali bermain. Perasaan yang sama saat menonton Sherlock episode The Lying Detective.

Seperti yang sudah-sudah, “The Lying Detective” berbasis pada salah satu cerita asli Sir Arthur Conan Doyle berjudul “The Adventure of the Dying Detective.” Sang detektif nyentrik harus berhadapan dengan villain Culverton Smith yang dimainkan secara apik oleh aktor Toby Jones.

Di episode ini Sherlock memulai sebuah permainan panjang nan berbahaya untuk menangkap Culverton. Ia harus bermain-main dengan malaikat pencabut nyawa dalam berbagai bentuk hanya untuk, sekali lagi, bangkit dan jumawa akan intelektualitasnya. Sherlock selalu benar, dan meskipun Watson ingin mandiri a.ka  lepas dari Sherlock, jalannya selalu kembali ke Baker Street.

Kembali ke “Bentuk” Semula

Jujur saja saya agak kecewa saat menonton premiere season 4 minggu lalu karena terlihat sekali sutradara sedang bereksperimen dengan banyak hal. Sebagai wanita pertama yang menyutradarai serial BBC ini, Rachel Talalay justru membawa Sherlock ke teritori yang asing. Tidak jelek, namun serial “spesial” seperti ini haruslah ditangani oleh orang-orang yang sudah familiar dengan style Sherlock sejak awal.

duo
Gambar: Sherlock Season 4 Episode 2. BBC.

Kini kita kembali mendapat full Sherlockexperience dalam episode yang diarahkan oleh sutradara Nick Hurran. FYI, Hurran adalah sutradara yang bertanggung jawab atas episode “His Last Vow” tiga tahun lalu. So, nggak heran kalau penonton serasa “kembali ke rumah” saat menonton episode ini.

Salah satu aspek penting yang membuat The Lying Detective begitu bersinar adalah skrip dari Steven Moffat yang mengembalikan Sherlock seperti semula. Twist demi twist disajikan sangat memukau—baik dari segi emosi dan narasi.

Di akhir episode lalu, Mary tewas secara mengenaskan. Namun ia juga meninggalkan sebuah instruksi/pesan audio-visual. Jadi, video Mary inilah landasan utama Sherlock memburu seorang pembunuh berseri yang tujuan akhirnya justru untuk menyelamatkan John Watson (pasca kematian sang istri). Namun Mary sadar jika Watson tidak mau ditolong begitu saja. Satu-satunya cara agar Watson tertolong adalah Watson harus menyelamatkan Sherlock. Nah loh, bingung kan?

Episode ini juga kembali menitikberatkan pada kecanduan Sherlock terhadap obat-obatan. Benedict Cumberbatch jarang terlihat enjoy sekali dengan karakternya, namun kali ini dia harus mendorong semua kemampuan, baik dari segi emosi, mental, maupun gestur tubuh. Dan Benedict lagi-lagi berhasil secara meyakinkan! Menyenangkan sekali melihat akting dia memerankan karakter bom waktu—sosiopat nan jenius.

culverton

Bagian paling brilian yang bisa diberikan oleh penulis skrip adalah kemampuannya untuk membuat kita percaya jika sang detektif benar-benar dapat berpikir 10 langkah lebih depan dibanding orang-orang di sekitarnya—atau dalam kasus ini 2-3 minggu lebih depan dibanding Watson. Martin Freeman melakukan tugasnya dengan baik sebagai Watson, sama baiknya dengan Benedict.


The Power of Woman(s)

Well, kalau episode lalu kita mendapat Mary sebagai super-heroine, kali ini saya sangat terhibur dengan penampilan Una Stubbs sebagai Mrs. Hudson. Nenek yang satu ini memang badass banget! Salah satu scene favorit adalah ketika adegan kejar-kejaran mobil dengan polisi. Dia menyetir mobil layaknya pembalap profesional. Mengejutkan sekali. Bahkan Watson pun iri dengan mobil Aston Martin milik Mrs. Hudson yang super keren.

hudsonwatson
Gambar: Sherlock Season 4 Episode 2. BBC.

Sampai pada akhirnya momen epik ketika Mrs. Hudson menyadarkan orang-orang di sekitarnya jika dialah yang paling mengerti kondisi psikis dan emosional Sherlock. perkembangan Mrs. Hudson dari karakter minor menjadi sepenting sekarang ini memang sedikit diluar dugaan.

Kalau kalian menyangka karir Amanda Abbington—pemeran Mary—habis di episode lalu, salah besar! Mary masih banyak muncul kok. Di episode ini ia adalah produk imajinasi, sebuah proyeksi dari pikiran John Watson.

Dibandingkan saat Mary masih hidup, chemistry John dan Mary jauh terlihat lebih kuat sekarang ini. Momen ketika John mau mengaku langsung pada “hantu Mary” jika ia selingkuh benar-benar menyentuh. Semua amarah dan rasa bersalah tersapu begitu saja.

Kematian Mary yang sempat dikira sebagai penghancur hubungan Sherlock dan Watson justru membuat mereka terikat lebih dekat. Sebuah momen rekonsiliasi. Terlebih Watson seperti melepas kekang yang merantai Sherlock dengan mengatakan jika Sherlock tidak bersalah atas kematian Mary.

Ngomong-ngomong soal wanita, kita juga mendapat impresi jika Iren Adler masih hidup! Meskipun hanya berupa sebuah petunjuk.

Dan tibalah momen paling mengejutkan. Tekankan pada kata “paling.”

Teori tentang Holmes ketiga sudah malang melintang jauh sebelum season 4 tayang. Akhirnya teori itu dikonfirmasi di episode ini. Ya, Holmes bersaudara bukanlah dua, melainkan tiga! Twist-nya, bukanlah laki-laki melainkan perempuan.

holmesEBahkan sama seperti Sherlock, si saudara perempuan yang menyebut dirinya Eurus, jago sekali untuk menyamar. Pertama, sebagai “Faith” alias anak Culverton Smith yang bermasalah. Kedua, sebagai wanita selingkuhan John, dan ketiga, sebagai terapis dari John yang ia temui di episode ini.

Keberadaan Eurus ini justru menimbulkan pertanyaan standar. Kemanakah ia selama ini? Mengapa ia tidak mau dikenali sebagai Holmes? Apakah Eurus dalang dibalik pesan “Miss me” dari Moriarty? Kalau Eurus benar saudara Sherlock, lalu siapakah Sherrinford? Dan yang paling aneh, apakah si jenius Sherlock benar-benar tidak bisa mengenali saudara perempuannya sendiri?


CONCLUSION

Mengapa saya tidak membahas kasus antara Culverton dan Sherlock lebih dalam? Well, sayang sekali untuk pembaca novelnya pasti sudah mengerti alur cerita kasus tersebut. Kemungkinan besar kalian tidak akan kaget dengan penyelesaian atau trik Sherlock dalam menjebak Culverton di episode ini. Hampir sama dengan versi novel.

Tidak ada niat untuk menegasikan peran Toby Jones sebagai Culverton Smith, namun bagian yang menarik justru pada twist di luar kasus utama. Episode ini semakin meyakinkan penonton jika Sherlock berubah menjadi serial yang sangat dark. Kuat sekali aura thriller­-nya.

Meskipun kita tahu jika Sherlock selalu benar, selalu punya kontrol, ia tetap punya titik lemah dalam diri seorang Watson. Namun disitulah poinnya, bahwa John dan Sherlock tetap satu kesatuan. Kematian Mary berperan besar untuk mengirim Watson kembali kepada Sherlock. Ada ikatan emosi yang jauh lebih besar di waktu-waktu krusial, baik itu antara Sherlock-Watson, maupun dengan karakter lain seperti Mycroft, Mrs. Hudson, dan bahkan Molly Hooper.

Tinggal kita tunggu nih, kasus terakhir yang bagaimanakah akan dihadapi oleh Sherlock minggu depan dalam episode ‘”The Final Problem?”

OVERALL SCORE: 8.5

 

2 thoughts on “[REVIEW] SHERLOCK Season 4 Episode 2: “The Lying Detective”

Tinggalkan Balasan