Review

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 8: “The Battle of Starcourt”

[SPOILER ALERT] Ulasan di bawah mengandung spoiler Stranger Things Season 3 Episode 8

Stranger Things tahu cara bikin penonton “klimaks”. Episode terakhir memang bisa dibilang straightforward, tapi tetap dibumbui kejutan-kejutan nan emosional. Penceritaan kuat, aksi menawan, pertempuran skala besar, visual efek berasa film Box Office. Apa lagi yang kalian minta? Matinya karakter protagonis? Be careful what you wish for.

Sebelum mulai, cek dulu ulasan episode 1-7 dari kami:

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 1: “Suzie, Do You Copy?”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 2: “THE MALL RATS”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 3: “THE CASE OF THE MISSING LIFEGUARD”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 4: “THE SAUNA TEST”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 5: “THE FLAYED”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 6: “E Pluribus Unum”

[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 7: “The Bite”

Sudah siap? Kita mulai ulasannya!

It’s the Final Countdown Showdown
Di menit-menit awal, anak-anak sangat desperate untuk mengeluarkan parasit dari kaki Eleven. Prosesnya amat sangat menyakitkan, melibatkan sayatan pisau panas dan rogohan tangan ke dalam luka yang menganga lebar. Semua selesai setelah Eleven mengeluarkan parasit menggunakan kekuatan telekinesis. Akting Millie Bobby Brown patut mendapat apresiasi. Tokcer abis!

Stranger Things 3 tidak menyia-nyiakan Starcourt Mall untuk menyajikan pertempuran epik berskala besar antara anak-anak Hawkins dan monster Mind Flayer. Dalam prosesnya, semua protagonis—termasuk Joyce, Hopper, dan Murray saling bertemu untuk membicarakan rencana menutup Upside Down. Setelah sukses mengadakan rapat antar kelurahan dan merancang battle plan, mereka sepakat terbagi lagi menjadi beberapa grup: The Scoops Troop, The Griswald Family, dan Bald Eagle (diwakili Murray, ngakak abis!). Dustin-Erica bertugas untuk membimbing Murray, Hopper, dan Joyce menembus bunker. Sedangkan grup lain bersiap untuk mencari perlindungan di rumah Murray.

Sebelum berpisah, mereka saling bertukar momen lembut. Eleven dan Hopper yang paling mengena. Aksi dimulai. Rencana mereka perfect! Pasti mulus, nih. Pasti.

Ya nggak semudah itu dong! Stranger Things, gitu. Faktor X yang orang-orang lupa disini adalah Billy. Kakak tiri Max itu sukses memaksa Griswald Family balik ke mall. Nah, konsekuensi dari luka yang mendera Eleven adalah: dia kehilangan kekuatannya. Padahal dia adalah satu-satunya “senjata” yang bisa mengalahkan Mind Flayer. Saya suka bagaimana serial ini nggak overuse kekuatan Eleven dari awal sampai akhir season.

Bisa ditebak, si monster berhasil melacak keberadaan Eleven di mall—mungkin karena Billy—dan datang menghentak lantai dari langit-langit mall. Nggak bisa dipungkiri kalau bentuk monster di season 3 ini bikin Demogorgon dan Demodogs berasa kayak anak kucing lucu. Mengintimidasi banget pokoknya. Dengan Eleven yang sekarat, bagaimana anak-anak bisa mengalahkan monster setinggi tiga lantai itu?

Pertempuran antara Mind Flayer dan anak-anak Hawkins mengambil beberapa essence dari film ‘Jurassic Park’ dan ‘Aliens’. Saat Eleven, Max, dan Mike sembunyi dari tentakel Mind Flayer itu mirip banget dengan adegan di Jurassic Park (1991) dimana Lex dan Tim berada di kondisi yang sama ketika dikejar velociraptor.

Sementara itu, Hopper Murray, dan Joyce menginfiltrasi bunker. Cara-cara menggelitik dipakai ketiga orang untuk menutup Upside Down. Lumayan, bisa senyum-senyum sedikit. Misi hampir saja gagal karena Murray salah memberi info tentang kode ‘Planck’s Constant’—sebuah konstanta fisika untuk menghitung ukuran kuanta (Pusing nggak tuh!). Dari grup Bald Eagle dan The Scoops Troop, nggak ada yang tahu rumusan yang dimaksud, termasuk duo nerd Erica dan Dustin. Tapi untungnya Dustin tahu seseorang yang bisa membantunya. Sosok wanita sempurna dari Utah, yang kecantikannya bak Phoebe Cates (artis tahun ‘80an).

suzie

Disinilah momen paling memorable dan paling tidak diduga terjadi. Dustin akhirnya berhasil menghubungi kekasihnya: Suzie. Dari episode satu, semua mengira Suzie itu cuma khayalan dan bualan Dustin tapi sekarang semua terdiam ketika Suzie menjawab panggilan Dustin.

Dustin-bun dan Suzie-poo. Hahaha…

Suzie mau membantu Dustin dengan satu syarat: menyanyikan theme song mereka. Wah Suzie nggak tahu kalau nyawa mereka sedang terancam. Apa boleh buat Dustin mengiyakan permintaan Suzie, padahal saluran komunikasi yang dipakai Dustin bisa didengar oleh semua orang. Suzie meminta Dustin menyanyikan lagu catchy dari Limahl berjudul The Neverending Story (1984).

Sesi ini memberi ruang untuk aktor Gaten Matarazzo memamerkan suara emasnya. FYI, sebelum Stranger Things, Gaten membintangi teater musikal dari Broadway, ‘Les Miserables’, dan ‘Priscilla, Quenn of the Desert’. Overall, best moment banget saat Suzie dan Dustin tenggelam dalam dunianya sendiri seakan tak peduli dunia diambang kehancuran. Ditambah ekspresi priceless dari Erica saat melihat Dustin mulai menyanyi. Epik abis!

Di luar sana, Griswald Family sedang dikejar Mind Flayer dalam scene yang (lagi-lagi) mirip Jurassic Park saat T-Rex mengejar jeep Ian Malcolm, Ellie Sattler, dan Robert Muldoon. Namun mereka harus bergegas berputar arah karena monster Mind Flayer tiba-tiba mengalihkan perhatiannya ke mall lagi.

Di mall, Eleven berhasil dilumpuhkan oleh Billy secara brutal. Max dan Mike juga tak dapat berbuat apa-apa. Billy mempersembahkan Eleven kepada monster Mind Flayer. Namun suasana kembali “ceria” ketika anak-anak lain melempari monster dengan kembang api. Andaikan lagu Fireworks-nya Katty Perry diciptakan tahun ‘80an, pasti dipakai deh.

Eleven coba memasuki pikiran Billy, berharap masih ada sosok Billy yang asli disana. Melunakkan hati Billy ternyata bukan hal yang mustahil. Ah jadi berandai-andai, Billy juga mungkin bisa berubah menjadi orang baik kalau ada orang yang mengerti kondisinya sedari awal dengan segala trauma masa kecilnya. Satu-satunya perbuatan baik dari awal kemunculannya adalah Billy kini mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan El. Monster Mind Flayer pun tak segan untuk membunuh Billy. Adegan yang menguras emosi.

billyvsmindflayer (2)

Jangan habiskan air mata kalian dulu. Pasalnya di bawah tanah, nasib Hopper juga berakhir tragis. Setelah menang dalam pertarungan melawan Terminator (finally), Hopper berada di situasi yang tidak menguntungkan. Dengan sedikit anggukan kepada Joyce, Hopper pasrah. Joyce akhirnya mengaktifkan kunci yang menghancurkan mesin pembuka Upside Down, sekaligus membunuh Hopper.

Disadari atau nggak, dari awal season 3 memang Stranger Things lebih mendekatkan kita kepada Hopper secara personal. Mulai dari masalah sebagai ayah, hingga percintaan yang tidak disambut oleh Joyce. Semuanya tentang Hopper. Bisa juga sih Joyce yang dimatikan, tapi melihat dampak ke depan bagi penonton, lebih tragis kalau Joyce yang survive. Setiap musimnya ibu-ibu satu ini selalu kehilangan orang yang disayang.

And that’s it. Upside Down berhasil ditutup sekali lagi. Monster dilumpuhkan. Para protagonis mendapat bantuan yang telat dari dr. Owen. Eh, tapi liat bagaimana helikopter lewat di atas kepala Dustin dan Erica. Sinematografinya digarap apik, sampai bikin lupa kalau ini adalah serial TV, bukan film Hollywood. Visual monsternya juga benar-benar real. Penasaran, berapa budget Netflix untuk memproduksi Stranger Things…

Tiga bulan kemudian
Time jump! Tiga bulan setelah kejadian Battle of Starcourt Mall, dan semua orang berusaha kembali ke hidup masing-masing. Eleven terlihat masih terpukul dengan kematian Hopper, di saat bersamaan ia juga kehilangan kekuatannya.

Steve dan Robin ternyata masih bersama. Mereka bahkan mencoba untuk mendapatkan pekerjaan di toko video. Merasa pernah melihat penjaga toko video? Yup, dia adalah Keith—penjaga arcade di musim kedua. Disini pula ada easter egg: sosok Phoebe Cates diperlihatkan dalam poster.

Walikota Kline ditangkap atas tuduhan pencemaran lingkungan, kebakaran yang disengaja, dan tuduhan lain-lain. Ada pula tuduhan dimana Hawkins adalah kota terkutuk dan banyak praktek occult disana. Ketakutan semacam ini benar-benar nyata di jaman ‘80an.

Mengkonfirmasi teori sebelumnya Joyce sekeluarga memutuskan untuk pindah dari Hawkins bersama Will, Jonathan dan Eleven yang diadopsi. Kita mendapat momen emosional antara El dan Mike, serta Nancy dan Jonathan. Dustin juga akhirnya berdamai dengan Erica setelah berbagai konflik dan perbedaan pendapat. Sebagai bukti, ia memberikan permainan papan Dungeon & Dragons kesayangannya kepada Erica.

Tapi nggak ada yang mengalahkan momen dimana Eleven membaca surat dari Hopper. Surat yang harusnya dibacakan Hopper di episode pertama, di hadapan Eleven dan Mike. Sangat menyentuh, berbanding terbalik dengan segala ancaman yang Hopper berikan kepada Mike. Di surat tersebut ditulis bagaimana Hopper secara tulus mempersilahkan Mike dan Eleven untuk mengambil jalan hidup sendiri, dan memiliki masa depan yang wonderful. Hopper juga mengungkapkan kalau Eleven sangat berarti baginya.

Sampai akhirnya lagu “Heroes” dari Peter Gabriel diperdengarkan. Saya kok merasa ada yang motongin bawang di dekat mata. Hiks. Oh iya, lagu tersebut juga diperdengarkan ketika musim pertama, saat “sosok” Will ditemukan di danau.

hopperdies

Berakhir sudah geng Hawkins. Masa depan serba nggak pasti. Pilihannya, tetap terjebak dalam tragedi masa lalu atau mau segera move on.

After Credit
Belum selesai saudara-saudara. Di after credit kita dibawa ke Semenanjung Kamchatka, Rusia. Di sebuah bangunan (Gulag sepertinya), diperlihatkan dua tentara berjalan melewati dua sel penjara. Salah satunya mencoba untuk membuka pintu, tapi segera dicegah. “No, not the American.” Mereka akhirnya memilih tahanan satunya dimana orang itu menjadi santapan lezat untuk… Demogorgon!

Nah, bagaimana bisa Rusia punya Demogorgon? Tapi yang terpenting, the American ini menyimpan harapan bagi para fans bahwa Hopper diduga masih hidup. Ingat aturan tidak tertulis di dunia perfilman: dimana tidak ada mayat terlihat, disitu tidak ada kematian. Teori lain menyebutkan kalau sosok misterius itu adalah Dr. Brenner, orang yang bereksperimen dengan Eleven dan anak-anak lain.

Well, harus menunggu sampai season 4 untuk mendapat jawabannya.

Conclusion
Puas. Nggak ada kata lain yang bisa menggambarkan after-taste setelah menonton keseluruhan season 3. Memang nggak sempurna, terutama masalah development karakter yang terasa sia-sia, seperti Bruce ataupun Tom. Jonathan dan Nancy juga berubah menjadi “karakter tambahan”, kalah pamor sama Robin dan Erica yang jadi pendatang baru terbaik. Saya mau melihat lebih banyak lagi dua karakter ini. Memang susah mengatasi diversifikasi karakter sebanyak ini.

Dari segi skala kualitas, jelas season 3 ini mengalahkan dua season sebelumnya. Lebih horor, lebih action, lebih humor, lebih menyentuh, lebih semuanya. Pace penceritaan juga terjaga dengan baik dari episode pertama hingga akhir. Stranger Things season 3 bukan sekedar man vs. monsters, tapi lebih dari itu. Ada juga representasi dari ketakutan anak-anak yang beranjak dewasa. Nggak bisa jadi anak-anak terus.

Satu kata penutup untuk Stranger Things season 3: amazing!

OVERALL SCORE: 9

2 thoughts on “[REVIEW] STRANGER THINGS SEASON 3 EPISODE 8: “The Battle of Starcourt”

  1. Gila episode finale menguras air mata! Gak nyangka Billy bisa rela mengorbankan diri. Gak nyangka Hopper pun melakukan hal yg sama.

    Siapa yg menyangka gue bisa suka banget sama karakter bapak-bapak satu ini?

    After-credit, entahlah.. Tapi gue masih berharap itu Hopper. Entah gimana caranya bisa survive dari ledakan energi, tapi seperti kata Mr. Clarke, gak ada yg gak mungkin!

  2. Kirain udah ga nulis lagi, tau web ini dari pas review TWD9. Eh udah ga ada review lanjutan lagi. Ga sengaja nemu artikel ini, pas lagi cari review tentang stranger things. Btw kenapa ga lanjutin review TWD9?

Tinggalkan Balasan