Review

[REVIEW] LEGION Season 1 Episode 1: Chapter 1

Belum bosan menonton serial bertema superhero? Saya harap belum. Kalian harus nonton serial Legion. Serial terbaru yang masih satu universe dengan X-Men ini mendefinisikan kembali genre superhero. Lupakan serial superhero yang pernah kalian tonton, karena Legion benar-benar terasa unik!

Mengadaptasi sebuah cerita komik yang jarang orang kenal adalah sebuah pertaruhan besar. Di satu sisi, keputusan ini membuat kreatornya bisa bebas menentukan sendiri kecepatan cerita sesuka hati tanpa harus menarik banyak kontroversi. Bahkan Chapter 1 disajikan dengan sangat mulus, sampai-sampai kita lupa bahwa akar dari serial ini adalah sebuah seri komik.

Protagonis di Legion berbeda dari serial superhero lain. Di sini kita mengikuti kisah seorang pasien yang diduga sakit jiwa. David Haller (Dan Stevens) adalah seorang pria yang sedang berjuang sembuh dari penyakit schizophrenia akut. Dia harus menjalani rehabilitasi di sebuah rumah sakit karena ia sering mendengar suara-suara, berhalusinasi, dan dikejar oleh delusi.

Delusi dan halusinasi dari David adalah tema utama episode ini. Berbagai efek visual trippy benar-benar mindblowing karena efek slow-motion, warna-warna kontras, transisi antar scene yang tidak biasa. Bahkan sang sutradara bermain-main dengan aspect ratio di beberapa scene. Terakhir kali saya mendapat pengalaman ini adalah ketika menonton film Dr. Strange. Well, bisa dibilang setipe itulah.

bannerdavidrage

Mungkin saja apa yang dialami David adalah manifestasi dari kekuatan super yang memungkinkan dia mendengar pikiran orang lain, menggerakkan benda dengan kekuatan pikiran, bahkan sampai mengubah realita di sekelilingnya.

Kekuatan David membuat dia sebagai ancaman bagi banyak orang. Masalahnya, David tidak mengerti bagaimana mengontrol kekuatan, sehingga dia dan para penonton Legion secara konstan bertanya-tanya apakah yang dia alami nyata atau tidak. Atau mungkin kita—para penonton hanya terjebak di dalam imajinasi David.

Dan Stevens sebagai pemeran David terlihat sangat menikmati perannya di Legion. Serial ini menitikberatkan pada penyakit mental, dan itu semua ditampilkan dengan sangat meyakinkan oleh Dan Stevens. Dua jempol bagi sang aktor! Bisakah event award dipercepat? Dan Stevens berhak (at least) masuk nominasi.

David sebenarnya sama seperti orang normal lain. Personality-nya cukup likable. Namun kalau sudah mulai “kumat”, dia langsung merasa depresi untuk sekedar mengerti hal-hal sederhana di sekelilingnya. Saat ia lepas kontrol, akibat bagi sekelilingnya bisa fatal. Bahkan tanpa kekuatannya pun, dia masih terlihat berbahaya. Tidak bisa diprediksi. Satu hal yang patut digaris bawahi, dia sama sekali tidak berniat jahat bahkan di saat-saat tergelapnya sekalipun.

Karakter lain di orbit David sama uniknya. Adalah Sydney Barret (Rachel Keller) yang mengubah nasib David. Sydney juga menderita penyakit mental bernama haphephobia atau ketakutan akan sentuhan. Ia menjadi love interest dari David di sepanjang episode ini. Interaksi mereka berdua banyak membawa momen humor. Entah nyata atau tidak, sangat menyenangkan melihat Sydney dan David berjoget-joget ala film India.

joget3

Ada lagi karakter Lenny Busker (Aubrey Plaza), teman wanita dari David yang sedang berusaha sembuh dari obat-obatan dan alkohol. Meski terkesan minor, perannya membawa warna tersendiri bagi serial ini. Hanya waktu yang akan membuktikan apakah karakter ini sebenarnya brilian atau hanya pengganggu.

Terakhir, Amy (Katie Aselton) saudari David. Ia menjadi saksi hidup perubahan drastis dari David kecil hingga beranjak dewasa. Amy selalu berusaha untuk tetap positif, walaupun ia sendiri menyaksikan betapa rusaknya sang adik.

Interaksi David dengan karakter-karakter di atas membawa unsur kemanusiaan yang kuat bagi karakter David. Pertanyaannya, apakah karakter-karakter tersebut nyata? Atau hanya produk imajinasi belaka? Nah loh..

Puncaknya adalah ketika episode ini memperlihatkan betapa megahnya David dan “beberapa kolega” berusaha kabur dari sebuah fasilitas pemerintah (bad guys!). Scene penuh efek ledakan, desingan peluru, tentara beterbangan akibat dari kekuatan mutan… Satu kata: epik!

CONCLUSION

Legion berhasil mengangkat derajat genre superhero ke level yang lebih tinggi. Sempat saya mengira bahwa superhero Marvel ala Netflix tidak ada tandingannya, tapi kini ada rival berat bernama Legion. Efek visual yang kaya akan permainan warna, transisi tak biasa, dan jalan cerita yang “membingungkan” antara realitas dan imajinasi membuat serial ini adiktif. Bahkan episode Chapter 1 layak untuk ditonton lebih dari sekali.

OVERALL SCORE: 8.8

GeNocite

  • Banyak banget referensi musik rock ‘ Openingnya saja langsung terdengar lagu Happy Jack dari The Who.
  • Siapa David Haller sebenarnya? Well, untuk non pecinta komik X-Men bisa googling di Wikipedia tentang asal usul David yang sangat menarik (hati-hati spoiler)

Tinggalkan Balasan